
Salakanews, Pandeglang- Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg. kini semakin tak menentu, bahkan tembus dua kali lipat dari harga eceran tertinggi (het-red.) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seharusnya per tabung Rp.15.700,- atau dibulatkan sebesar Rp.16,000, ironisnya di tingkat eceran ada yang mencapai Rp.30,000.
Seperti yang terjadi di wilayah Pandeglang bagian selatan yaitu di kecamatan Cibitung dan Sumur, jika dikonversikan penjualan dengan angka keberuntungan HET Rp.16,000- harga titik akhir Rp.27,000,- saja, maka diperoleh keuntungan Rp.11,000,- dan bila dikalikan dengan jumlah penerima manfaat yang berdasarkan data BPS sebanyak 650,000 orang (tanpa UMKM/usaha mikro menengah tinggi) maka Rp.11,000,- X 650,000 orang maka hasilnya sama dengan Rp.7.150,000,000,- kemudian bila dijumlahkan pertahun maka keuntungannya sebesar Rp.85,300 Miliar atau setara dengan 10 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang.
Demikian diungkapkan ketua LITBANG LSM Madani Bundar Bersatu (MBB), Asep Afandi dalam acara gelar perkara dengan MUSPIDA Pandeglang diruang yang difasilitasi kepala bagian perekonomian Pemkab Pandeglang, kemarin.
Hadir dalam acara tersebut ketua LSM MBB, Rudi Suhaemat, didampingi bagian litbangnya Asep Afandi, kepala bagian perekonomian Pemkab Pandeglang, H. Tatang Muhtasar, unsur Polisi dari Polres Pandeglang, Kejari Reza, SH, MH, Sekretaris DPW Hiswana Migas Banten, Oji Paoji, sejumlah pengusaha Migas wilayah Pandeglang dan unsur Pers.
Sistem pengawasan penyaluran barang bersubsidi LPG 3 Kg, di wilayah Pandeglang dinilai gagal, hal itu dikatakan ketua LSM MBB Rudi Shaemat pada gelar tersebut.
“berdasarkan pantauan kami di lapangan selama lima bulan ini, sistem pengawasan tersebut kami nyatakan gagal” ujar Rudi.
Menurutnya pemerintah dianggap telah memberikan subsidi kepada para pengusaha gas termasuk kepada kelompok yang diduga main mata dengan pengusaha tersebut, tetapi rudi tak membahas lebih jauh kelompok siapa yang dimaksud, tetapi menurut rudi kondisi ini bisa dikatakan gawat darurat ekonomi.
“selain sistem pendistribusiannya tidak tepat sasaran juga terindikasi adanya pengalokasian yang liar dari kabupaten Pandeglang ke kabupaten Lebak dan sebaliknya” tandasnya.
Pihaknya menilai hasil temuan dan fakta di lapangan sudah menunjukan bahwa kondisi masyarakat saat ini sudah menujukan pada level gawat darurat ekonomi, padahal semua itu telah dilindungi oleh perangkat dan aturan hukum yang jelas yang termaktub dalam undang-undang No 22 tahun 2001 no 136 (tambahan lembar negara nomor 4152 tentang Migas).
Kemudian penyediaan dan pengawasan dan pendistribusian sebagaimana ketentuan Permen ESDM pasal 33 no 26 tahun 2009 juga Undang-undang nomor 08 tahun 1999 tentang wilayah distribusi.
“Jika para pengusaha maupun pengecer yang menjual LPG melebihi HET yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia, maka aparat penegak hukum bisa menjerat mereka, dengan aturan dan perundang-undangan yang saya sebutkan tadi” tegas Rudi.
Kepala Bagian Perekonomian H.Tatang Muhtasar, pada saat yang sama mengatakan, pihak Pemkab mengelak apa yang dituduhkan LSM MBB jika sistem pengawasan penyaluran LPG telah gagal dilakukan. Menurut Tatang, pihaknya telah melakukan monitoring harga LPG bahkan sudah menetapkan HET yang dibagi 3 zona yakni, HET zona 1 dikisaran harga Rp.15,700,- zona 2 sebesar Rp.16,000,- dan zona 3 Rp.16,700,- meskipun HET sudah ditentukan dan dibagi di tiap zona tetapi soal Punishment menurut Tatang bukan kewenangannya apabila terjadi penjualan LPG di masyarakat dengan harga diluar ketentuan yang sudah diatur oleh pemerintah.
“kami tidak diberi kewenangan untuk memberikan Punishment/sanksi kepada pengusaha atau pengecer yang menjual LPG Bersubsidi tersebut yang melebihi HET” terang Tatang.
Sementara, sekretaris DPW Banten Hiswani (Himpunan Swasta Pengusaha) Migas Oji Pahroji mengatakan, selama ini pihaknya pun memantau pergerakan harga LPG 3 Kg. untuk kabupaten Pandeglang, termasuk membatasi jumlah tabung sebanyak 5 tabung LPG 3 kg, terhadap persatu pengecer, akan tetapi kata Oji, yang terjadi di lapangan ternyata para pengecer tersebut melakukan protes dan berupaya meminta lebih kuotanya dari 5 tabung yang ditetapkan.
“Jumlah kuota LPG 3 kg. yang ditetapkan baru dalam kisaran 700,000 tabung untuk wilayah kabupaten Pandeglang, dan kami bisa memberikan sanksi jika ada pengecer atau pun agen dan pangkalan yang diduga melakukan pengoplosan walaupun penimbunan saja, sedangkan terkait pengecer yang melebihi eceran itu, kami belum bisa memberikan sanksi” ungkap Oji.
(tam/Asep We)