“Pada prinsipnya, pengelolaan destinasi wisata itu harus memasangi rambu-rambu peringatan bahaya di area-area yang berpotensi terjadi kecelakaan laut saat pengunjung ingin berenang, serta penetapan tarif rektribusi tersebut harus disertai dengan jaminan suransi kecelakaan,”— Yeni Mulyani, Ketua Generasi Pesona Indonesia.
Salakanews, Lebak- Tak ada papan peringatan tanda bahaya dan minimnya pengawasan pengelola dipantai Pasput (Pasir putih) Ciparahu, kecamtan Cihara, Kabupaten Lebak, dituding jadi penyebab tewasnya Rombongan Sanggar Kampung Seni Yuda Asri dari Serang, yang menelan 3 korban jiwa yang terjadi pada pekan lalu, ahad (08/07/18).
Korban tenggelam di perairan pantai Pasput bukanlah kejadian baru, keindahan pantai menjadi daya tarik warga yang berkunjung ke daerah ini, sayangnya keindahan pantai tak berbanding lurus dengan pengelolaan kawasan. Seperti minimnya pasilitas umum dan sarana keselamatan bagi pengunjung.
Rendahnya kualitas pengelolaan itu diperkuat adanya dugaan retribusi illegal, hal ini memantik sorotan banyak pihak, diantaranya datang dari aktivis pegiat wisata sekaligus ketua Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Yeni Mulyani.
Menurut Yeni, ketiadaan rambu peringatan di garis pantai Pasput dapat memicu terjadinya kecelakaan laut, lengahnya pengawasan dari pengelola pantai bisa berdampak buruk bagi keselamatan pengunjung. Selain itu tak ada jaminan asuransi kecelakaan, padahal pengelola dikala musim berlibur menetapkan tarif kunjungan di kawasan pantai itu.
“pada prinsipnya, pengelolaan destinasi wisata itu harus memasangi rambu-rambu peringatan bahaya di area-area yang berpotensi terjadi kecelakaan laut saat pengunjung ingin berenang, serta penetapan tarif rektribusi tersebut harus disertai dengan jaminan suransi kecelakaan,” kata Yeni (12/07).
Menurutnya, tidak dibenarkan jika penarikan tarif kunjungan dan parkir di kawasan wisata tidak memperhatikan legal formal penentuan tarif. Penetuan tarif masuk pengunjung tersebut harus mengacu dan memperhatikan Perda retribusi Lebak, Perdes dan turunan Peraturan lainnya, jika itu tidak diperhatikan maka hal ini bisa di sebut operasi illegal, sedangkan tarif yang dikenakan kepada pengunjung bisa dianggap sebagai pungli.
Terpisah Sekretaris Desa Ciparahu, kecamatan Cihara Ea Supena saat dikonfirmasi mengakui banyaknya pengaduan dari masyarakat terkait minimnya informasi rambu keselamatan serta penentuan tarif retribusi di kawasan wisata itu yang tidak mengantongi ijin dari pemerintah setempat. Namun demikian pihaknya tidak mau disalahkan, karena Pemerntah Desa tidak memiliki kapasitas dalam pengelolaan wisata tersebut.
“Dikawasan wisata pantai Pasput itu dikelola oleh perorangan, yaitu pemilik lahan masing-masing. Selama ini belum ada koordinasi pengelolaan wisata baik itu naungan hukum Perdes maupun Perda wisata. Mereka mengelola sendiri-sendiri,” kata Ea Supena.
Ia menjelaskan jika pemerintah desa tak memiliki kapasitas apa-apa, apalagi pengelola tidak pernah mengurusi ijin retribus dengan Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah. ketika ada insiden kecelakaan seperti kemarin yang menewaskan pelajar asal kabupaten serang, itu pengelola yang harus bertanggung jawab, apalagi tidak ada rambu peringatan bahaya disana,” kata Ea.
Meski begitu pihaknya akan menekankan kepada para pengelola kawasan wisata untuk segera memasangkan rambu peringatan bahaya dilokasi, guna menghindari kejadian serupa sehingga pengunjung mengetahui jika kawasan tersebut bukan area yang aman untuk berenang.
Rep: syam
Ed: tam