Hoax dan Perkembangan Digital Jadi Pembahasan Utama di HPN Surabaya

0
280
views
ketua dewan Pers Josep Adi Prasetyo saat memberikan sambutan di acara Hari Pers Nasional yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur. (foto: istimewa/salakaNews)

Surabaya, salakaNews- Keberadaan informasi palsu atau Hoax jadi bahasan utama di acara Hari Pers Nasional, hal itu karena Hoax atau berita bohong dinilai telah memantik benih-benih disintegrasi bangsa. Sebagai mana diketahui dalam kurun waktu 5 tahun terahir, hoax telah diproduksi secara massip oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan mencari keuntungan secara pribadi ataupun kelompok, bahkan dapat membahayakan stabilitas keamanan negara.

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo pada beberapa pertemuan di acara Hari Pers Nasional (HPN) yang diselenggarakan di Surabaya mengatakan, saat ini  Pers sepertinya mengalami kegamangan dan kehilangan peran, beberapa media justru mengangkat topik perbincangan netizen di media sosial sebagai bahan liputan atau acara-acara di Televisi kita.

“Media dan wartawan justru sibuk membuat ulasan tentang vlog para pejabat yang diunggah di media sosial,” kata Yosep di Grand City Hotel, Sabtu (9/2).

Tak hanya itu lanjut Yosep, Para pemimpin dan pejabat saat ini tidak lagi bicara dengan para pemimpin redaksi suatu media massa, mereka lebih memilih bicara langsung dengan publik melalui media sosial. Akibatnya, kondisi ini berimplikasi langsung pada khalayak khsususny para generasi milenial yang tidak lagi tertarik membaca koran atau pun majalah.

“Generasi W dan generasi Z  merupakan generasi milenial, mereka tidak lagi tertarik untuk membaca majalah atau pun koran, karena mereka merasa sudah nyaman dengan pasilitas yang ada di ponselnya masing-masing,” kata Yosep.

acara Hari Pers Nasional (HPN) berlangsung meriah diselenggarakan di Grand City Hotel, Surabaya, Jawa Timur. (foto: salakaNews)

Sementara pada masalah lainnya Yosep mengungkapkan dampak dari perkembangan dunia Digital saat ini perkembangan media baru atau media yang bertumpu pada sumber internet begitu pesat. Bahkan jumlah media online atau Syiber (situs beritar internet) di Indonesia jauh lebih banyak dari pada media online di luar negeri. Berdasarkan data yang dimiliki Dewan Pers, Josep menyebutkan ada 47000 media yang ada di Indonesia. 43300 diantaranya adalah media Syber atau media online.

Dari jumlah media sebanyak itu, hanya 2400 media yang terverifikasi oleh dewan Pers, fakta inilah yang kemudian menjadi PR besar bagi dewan Pers untuk mengatur regulasi media, sebagain besar dari jumlah media yang ada tidak diikuti oleh sumber daya wartawan yang siap pakai.

Dewan Pers menganjurkan kepada para pemilik media dan juga kepada organisasi wartawan untuk selalu menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam meningkatkan kemampuan para wartawannya.

“Karena saat ini, ada sebagian wartawan dan media tidak pernah mengikuti pelatihan jurnalistik, kerja mereka hanya menggunakan media sosial, mengutif media-media yang sudah ada, media pers kita saat ini,” kata Yosep.

Masalah lainnya yang juga tidak kalah pentingnya adalah, saat ini kita telah memasuki fase titik transisi akibat dari kemajuan teknologi digital, hal ini berkaitan dengan kesejahteraan perusahaan media itu sendiri. Dari sisi iklan kata Josep, ledakan media syiber ternyata asimetris dengan penyerapan kue iklan nasional. Hal itu terlihat dari porsi yang masuk pada perusahaan media secara umum 20% iklan nasional mengalir ke televisi, 8,33 % ke media cetak, dan 51, 5% kue iklan mengalir ke media internet.

Ironisnya hanya sedikit iklan yang masuk ke media syber, itu karena sebagian besar justru masuk ke penyedia jasa internet seperti Google, Youtube, FB, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena diduga sebagain besar isi media Syber di Indonesia belum cukup dipercaya oleh publik terutama di dunia usaha, karena masih banyak imitasi, ketidak benaran, dan hoax.

ketua PWI Pusat Atal S depari menyerahkan penghargaan kepada orang-orang yang dianggap berjasa dalam memajukan dunia Pers. (foto: istimewa/salakaNews)

Karena itu tugas utama jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, dan kebenaran yang disampaikan oleh kelompok profesi ini, saat ini telah dicemari oleh hoax,  dan fakta kebenaran yang disampaikan oleh media arus utama (mainstream) telah tertutup oleh hoax yang beredar.

Bahaya hoax  tidak hanya membuat berita bohong tapi juga menebar kebencian, prasangka, ras, suku, agama, dan golongan. Selain itu hoax juga seringkali memproduksi Fitnah dan juga ketidakpercayaan kepada badan – badan publik. Hal ini jika dibiarkan terus berlarut-larut maka akan berdampak buruk pada penyelenggaraan negara.

Saat tensi politik tinggi hoax selalu marak dan cenderung menjadi daya tarik tersendiri bagi khalayak atau pembaca. Akibatnya masyarakat kesulitan untuk membedakan mana hoax dan mana berita benar. Kehadiran hoax di tengah-tengah khalayak tak hanya menimbulkan prasangka pada isu SARA, tetapi yang paling berbahaya adalah kehadiran Hoax mengajarkan orang untuk berkiblat pada radikalime dan aksi kekerasan, karena hoax tak memandang kayakinan dan agama apapun pada seseorang. Ia akan terus berselancar di setiap pikiran khalayak baik yang memiliki filter konseptual atau khalayak kepala batu maupun yang tidak.

Yang paling dirugikan dari adanya hoax adalah Publik atau khalayak, karena mereka punya hak mendapatkan informasi yang benar. Oleh karena itu, nilai-nilai luhur profesi jurnalis harus dikembalikan kepada wartawan yan memiliki kompetensi dan meningkatkan diri pada nilai-nilai etik profesi.

Kemerdekaan Pers menghadapi banyak persoalan kemandirian perusahaan Pers dari kepentingan kuat, dimulai intervensi pemilik bisnis pers terhadap ruang redaksi, persoalan yang menyangkut Rull of the Law dan tata kelola perusahaan dan masih rendahnya tingakt kesejahteraan wartawan Indonesia.

pantauan salakaNews hadir dalam acara itu beberapa pejabat negara, dimulai dari Presiden RI Joko Widodo, Ketua DPR RI, Ketua MPR RI, Ketua DPD RI, para menteri kabinet kerja, Gubernur Jatim, Gubernur DKI, Wali kota Surabaya, dan tamu undangan.

(Tam)