Sekali lagi, publik tak banyak tahu bagaimana pandangan, tanggapan, dan juga perasaan para pengurus salah satu partai yang pernah membesarkan Irna dalam kancah politik menjadi ‘singa Betina’ yang piawai memainkan strategi politiknya menuju kursi kekuasaan.
Oleh: Suntama, M.Ikom
salakaNews.com– Sepak terjang Irna Narulita Dimyati di politik bak Singa Betina, langkahnya selalu disorot tapi juga diperhitungkan. Mengawali karirnya di dunia politik dimulai sebagai ibu TP-PKK kabupaten Pandeglang pada 2001-2009, dan sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Wanita Persatuan Pembangunan (underbow PPP) pada 2012-2017.
Saat masih menjabat sebagai ketua Tim Penggerak PKK (pemberdayaan kesejahteraan keluarga), Irna terlihat intens mendampingi suami yang menjabat bupati Pandeglang, Achmad Dimyati Natakusumah.
Pada 2009-2014 Irna pertama kalinya memasuki dunia politik praktis, tercatat sebagai Anggota DPR RI diusung Partai PPP mengikuti suami yang juga masih bernaung di Rumah Besar berlambang Ka’bah. Saat melenggang ke Senayana, ia kemudian menyempurnakan kiprah politiknya dengan menjajakan diri sebagai calon wakil gubernur Banten yang saat itu bersanding dengan Wahidin Halim mantan walikota Tangerang dua priode sebagai calon Gubernur Banten 2011-2017 melawan Petahana Atut chosyah, Putri dari Jawara Banten Hasan Sohib (alm).
Akan tetapi Dewi Fortuna belum mengahmpiri padanya. Gagal di Pilkada Banten membuat Irna seakan tertantang untuk mengasah kemampuannya di dunia politik, Hal itu ia buktikan dengan mencalonkan kembali sebagai calon kepala daerah di tingkat kabupaten. Berhadapan dengan calon lain yakni Erwan Kurtubi mantan Sekda Pandeglang dan juga Wakil Bupati yang dulu bersanding dengan suaminya Dimyati Natakusumah Bupati Pandeglang (2000-2009 & 2009-2012).
Lagi–lagi mencari peruntungan sebagai kepala daerah belum berpihak padanya. Meski begitu nampaknya singa betina mulai terlhat saat ia menunjukan kemampuannya, berbekal masih berstatus Anggota DPR RI Irna memainkan peran penting di daerah pemilihannya. Pada pilkada berikutnya ia kembali bertandang untuk bertanding dan telah siap bertarung merebut pucuk pimpinan kekuasaan di tingkat kabupaten, alhasil… Menang telak.
Sebagai Bupati Perempuan pertama di Pandeglang semakin mantaf dan membuatnya percaya diri menjadi politisi perempuan yang tangguh. Kepercayaan diri itu semakin Nampak saat ia berpindah partai dari partai PPP berlambang Ka’bah berlabuh ke Partai Demokrat berlambang Bintang Mercy, kemudian melompat ke Partai PDIP berlogo Banteng dengan moncongnya yang khas berwarna putih.
Meski perpindahan dari satu partai ke partai lainnya, kabar baik untuk dirinya, setiap partai yang ia singgahi selalu memberikan senyum dan pintu terbuka untuk disinggahi. Walau pun tak tahu pasti bagaimana pengurus dan simpatisan PPP yang pernah membesarkannya dalam satu nahkoda.
Pada 2017 misalnya, Irna resmi menjadi urban politik dari partai PPP berlabuh ke partai Demokrat, sekaligus ia memiliki ‘syahwat’ yang kuat untuk mengambil posisi sebagai calon ketua DPD Partai Demokrat provinsi Banten yang bertarung dengan calon lain, yakni Iti Octavia Jayabaya, Bupati Lebak. Alhasil dari pemilihan tersebut Iti lah yang mengungguli suara.
Kini, Pemilukada di kabupaten Pandeglang siap digelar, meski Wabah COVID-19 masih jadi masalah Nasional alih-alih masalah Global, Pilkada tetap dilaksakan.
Di moment inilah bagi Irna pertarungan dalam merebut kekuasaan adalah keniscayaan, meski beban berat dan masalah kesehatan jadi topik utama di setiap lini kehidupan masyarakat karena pandemi COVID-19. Pertarungan harus dilaksananakan, masalah COVID-19 tetap masih bisa dijadikan sahabat baik (diklaim dapat diatasi) selama proses perebutan kekuasaan dapat berjalan dengan lancar.
Publik tentu tak tahu detil bagaimana persisnya melewati semua tahapan menuju tiket pencalonan ketika Irna melangkah. Di banyak kesempatan hanyalah hasil akhir dari pada lobi-lobi poltik yang jadi santapan media massa, misalnya saja ketika ia mendapatkan restu dan rekomendasi dari salahsatu partai, bahkan beberapa partai, maka hasil rekomendasi itulah yang diliput dan diekspose media massa, namun dibalik itu semua khalayak tak banyak tahu bagaimana lobi dari seorang Irna bisa meyakinkan para petinggi partai dalam memberikan rekomendasi untuk melenggang maju sebagai kandidat kepala daerah.
Sekali lagi, publik tak banyak tahu bagaimana pandangan, tanggapan, dan juga perasaan para pengurus salah satu partai yang pernah membesarkan Irna dalam kancah politik menjadi ‘singa Betina’ yang piawai memainkan strategi politiknya menuju kursi kekuasaan.
Bagaimana pula pandangan, tanggapan, dan perasaan para pengurus Partai yang telah mengusung dan merekomendasikan Irna menjadi calon kepala daerah, namun kini harus ditinggalkan, dan tidak lagi dianggap sebagai Rumah Besar-nya, sebagai Bintang Mercy-nya, bahkan mungkin, bisa saja si ‘Moncong Putih’ yang tengah bahagia karena ‘dimadu’, besok lusa harus merasakan pedih dari api cemburu karena sang ‘Singa Betina’ menemukan tambatan hati yang baru yang lebih mempesona dari semua yang pernah dicicipinya.
Penulis pernah aktif di Teater Bale, belajar di Magister Ilmu Komunikasi politik di Mercu Buana Jakarta, Dosen di Universitas Buddhi Dharma, Tangerang, Banten.