Kebenaran Ilmiah AL- Quran

0
2512
views
gambar ilustrasi: gudang ilmu45

Bagian 1.

SALAKANEWS.com – Al-Quran merupakan kitab petunjuk bagi seluruh alam, petunjuk bagi umat manusia, tak terkecuali dari mana dia berasal, warna kulitnya apa, bahasanya apa. Lebih dari itu Al-quran sebagai pedoman hidup manusia di muka bumi.

Sebagaimana petunjuk bagi manusia dan keterangan mengenai hak dan batil, (QS: 2:185). Sejak dulu para ulama telah memperdebatkan terkait apakah ada hubungan antara Alqur’an dengan Ilmu Pengetahuan?  Hal ini telah diuraikan dalam kitab Jawahir AL-Qur’an, Imam AL-Ghazali telah menegaskan bahwa cabang ilmu oengetahuan baik yang terdahulu amupun yang kemudian itu semua bersumber  langsung dengan al-quran.

Sementara Imam Al-Syatibi (1388M) tidak sependapat dengan Imam AL-Ghazali, hal itu tertulis dalam Kitabnya yang berjudul AL-Muwafawat, beliau berpendapat bahwa para sahabat nabi tentu lebih mengetahui Al-Quran dan apa-apa yang tercantum di dalamnya. Meski demikian diantara mereka itu kata Al-Syathibi tidak menyatakan bahwa Al-Quran tidak mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan.

Akan tetapi Cendikiawan Muslim Ternama M. Qurais Shihab dalam Bukunya yang berjudul ‘Membumikan Al-Quran’ Menilai bahwa hubungan Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukan teori-teori ilmiah. tetapi kata beliau hendaknya pembahasan itu diletakkan pada proporsi yang  lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Quran dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri.

Membahas Hubungan antara AL-Quran dan Ilmu pengetahuan tidak dibahas hanya  dengan melihat  atau menggunakan teori relativitas atau bahasan dengan angkasa luar, tetapi yang lebih utama  yaitu dengan melihat apakah ada suatu ayat Al-Quran yang bertentangan dengan dengan hasil penmuan ilmiah yang telah mapan? Hal ini harus diletakan pada psikologi sosial bukan pada’histoy of scientific progress’ (sejarah perkembangan ilmu pengetahuan).

Anggaplah bahwa setiap ayat dari ayat ke 6.226 ayat yang tercantum dalam al-Quran (menurut perhitungan Ulama Kufah) mengandung suatu teori ilmiah, kemudian apa hasilnya? Adakah keuntungan yang diperoleh dengan mengetahui teori-teori tersebut bila masyarakat tidak diberi  ‘hidayah’ atau petunjuk guna lahirnya kemajuan ilmu pengetahuan atau dengan menyingkrkan hal-hal yang dapat menghambatnya?

Seorang pemikir Islam kenamaan bernama Malik bin Nabi menuangkan analisisnya dalam sebuah kitab karyanya bernama Intaj AL-Mustasyriqin Wa Atsaruhu Fi Al-Fikriy Al-Hadits, sebagai berikut: “ilmu pengetahuan ialah sekumpulan masalah  serta sekumpulan metode yang dieprgunakan menuju tercapainya masalah tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam bidang-bidang tersbut, tetapi tergantung pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang mempunyai pengaruh negatif dan positif sehingga dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorongnya lebih jauh.”

Dari pandangannya itu menunjukan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkan kepada masyarakat, tetapi juga dapat diukur dari respond an kondisi yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan itu.

Dalam hal ini dapat kita lihat sebagai contoh  dari sejarah yang membuktikan bahwa Galileo, ketika mengungkapkan penemuannya bahwa bumi ini beredar, akan tetapi tak mendapat counter dari lembaga ilmiah. disisi lain masyarakat yang tinggal bersamanya dimana ia tinggal, malah memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan dogma, sehingga Galileo sendiri ahirnya menjadi korban tantangan tersebut, dengan kata lain menjadi korban atas temuannya sendiri.

Hal ini adalah akibat belum terwujudnya syarat-syarat sosial dan psikologis sebagaimana yang disebutkan di atas. Dari segi inilah kita dapat menilai antara hubungan Al-Quran dengan ilmu Pengetahuan.

Tidak hanya sebagai kitab petunjuk, dan Ilmu Pengetahuan, salah satu yang menarik dari ribuan ayat di dalamnya, al-Quran merupakan kitab yang mengajak manusia sebagai mahluk yang dikaruniakan oleh Tuhan Yaitu Akal pikiran, di dalamnya terdapat banyak ayat yang mengajak manusia untuk berpikir.  Sebagaiaman Alloh SWT berfirman yang artinya: Katakanlah ya Muhammad: “ Aku hanya menganjurkan kepadanya satu hal sana, yaitu berdirilah karena Alloh berdua-dua, atau bersendiri-sendiri, kemudian berfikirlah!” (QS 34: 36).

Dari ayat itu manusi telah diperintahkan oleh Alloh untuk berpikir baik secara bersama-sama  berdua- bertiga atau berkelompok maupun seorang diri. Demikain lah Al-Quran telah membentuk suatu iklim baru yang dapat mengembangkan akal pikiran manusia. Oleh karena itu dengan berpikir setidaknya kita dapat menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi kemajuan.

Sistem Penalaran Menurut Al-Quran

Salah satu faktor terpenting yang dapat menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan terdapat dalam diri manusia sindiri. Para psikolog menerangkan bahwa tahap perkembangan kejiwaan dan alam pikir manusia dalam menilai, umumnya ada tiga fase.

Fase pertama, menilai baik-buruknya ide dengan ukuran yang mempunyai hubungan dengan alam kebendaan (materi) atau berdasarkan pada panca indera yang timbul dari kebutuhan primer.

Fase kedua, menilai ide tersebut atas keteladanan yang diberikan oleh seseorang dan tidak terlepas dari penjelmaan dalam pribadi seseorang. Ia menjadi baik bia seseorang tokoh A yang melakukan atau menyatakannya baik atau sebaliknya.

Fase ketiga, adalah suatu penilaian tentang ide didasarkan pada nilai-nilai yang terdapat pada unsur-unsur itu sendiri, tanfa terpengaruh oleh faktor ekstern, yang menguatkan atau melemahkanya baik secara materi ataupun pribadi.

Untuk lebih menekankan pentingnya ilmu pengetahuan alam masyarakat, al-Quran  memberikan pertanyaan –pertanyaan yang berupa ujian kepada mereka : “ tanyakanlah hai Muhammad! adakah sama orang–orang yang mengetahui  dengan mereka yang tidak mengetahui? (QS 39: 9).

Dari ayat di atas mengaskan kepada kita bahwa begitu besar nilai ilmu pengetahuan dan kedudukan cendikiawan dalam masyarakat. Bersamaan dengan itu diperkuat lagi dengan ayat: ‘inilah kamu (wahai Ahl Al Kitab), kamu ini membantah tentang hal-hal yang kamu ketahui, maka mengapakah membantah pula dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui? (QS 3: 66).

Ayat ini merupakan kritik pedas terhadap mereka yang berbicara atau membantah suatu persoalan tanpa didasari data yang objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan masalah tersebut. Ayat-ayat seperti inilah kemudian dapat menginsfirasi bagi masyarakat yang dapat mendorong majunya suatu ilmu pengetahuan.

Iklim baru inilah yang kemudian menghasilkan karya-karya yang sepektakuler dan tersohor seperti Ibnu Sina, AL-Farabi, AL-Ghazali, Ibnu Kaldun , Jabir Ibnu Hayyan, dan masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan muslim yang mendunia.

Sebagaimana diketahui dalam dunia Ilmu hitung seperti Matematika ialah yang membantu Muhammad bin Ahmad menemukan angka 0 (Nol) pada tahun 976, yang kemudian mendorong Muhammad bin Musa  Al-Khawarizmiy menemukan perhitungan Aljabar. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa tanpa penemuan-penemuan tersbut, ilmu pasti akan tetap merangkak dan meraba-raba dalam alam yang masih gelap gulita.

Mewujudkan iklim ilmu pengetahuan jauh lebih penting dari pada menemukan teori ilmiah, hal itu karena tanpa wujudnya iklim ilmu pengetahuan, para ahli yang menemukan teori itu akan mengalami nasib seperti Galileo, yang menjadi korban hasil penemuannya.

Itulah kenapa Al-Quran sebagai kitab yang memberikan petunjuk dan pencerahan kepada manusia untuk kebahagiaan hidupnya baik di dunia maupun di ahirat, dalalm hubungannya dengan ilmu pengetahuan adalah mendorong manusia seluruhnya untuk mempergunakan akal pikirannya sebagai modal dasar serta manambah ilmu pengetahuannya sedapat mungkin.

Dengan akal pikiran itulah kita dapat melakukan observasi, penelitian dan penelaahan atas alam semesta yang terbentang luas itu sebagai alat untuk percaya kepada setiap penemuan baru  atau teori ilmiah, sehingga mereka dapat mencarikan dalilnya dalam al-Quran untuk dibenarkan atau dibantahnya.

(redaksi)

(Dikutif dari karya Pemikir Islam Indonesia Ternama M.Qurais Shihab, Fakar Tafsir Indonesia)