Mengawal Pergerakan ‘Kartini’ Indonesia Ditengah Arus Globalisasi

0
917
views
Yanti salah Satu pengajar MA AL-Ihya Kaduronyok, Aktif sebagai anggota pengurus ISNU Kab. Pandeglang, Banten.

“Tidak berlebihan kiranya jika kita sebut upaya kaum perempuan yang sejak lama menuntut kesetaraan gender secara perlahan kini membuahkan hasil, meski tak sedikit pula kita jumpai perlakuan yang terkadang kurang menyenangkan yang disematkan pada mereka” Siti Aprianti-Pengurus ISNU Pandeglang

Oleh: Siti Aprianti S,Pd, M.Pd

Untuk melejitkan prestasinya dalam kancah persaingan global, saat ini tak lagi menjadi hal yang tabu bagi kaum perempuan, yang sedianya berkiprah di 3 tempat, yaitu Sumur, Dapur, Kasur. Lebih jauh dari itu berbagai bidang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan sebagai profesi yang dijalannya, mulai dari ranah pendidikan, bisnis, entertainment hingga ranah politik. Bahkan beberapa pekerjaan yang dilakukan oleh kaum lelaki saat ini tak lagi menjadi acuan dikerjakan oleh mereka yang berotot (laki-laki). namun masih kita jumpai di beberapa tempat misalnya di pasar-pasar sampai tempat termegah kaum ‘Siti Hawa’ kini tak menjadi kaku mengerjakan profesi yang dilakukan oleh kaum ‘Adam’.

Beberapa tokoh Perempuan muncul di bidang politik yang semula posisi inidipegang oleh kaum laki-laki, posisi strategis itu kini diambil alih oleh kaum perempuan. Sebagaimana kita ketahui misalnya Tri Rismaharini sebagai orang nomor satu saat ini di kota Surabaya, Megawati Soekarno Putri satu-satunya perempuan yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia, Sri Mulyani wanita Indonesia pertama yang diangkat menjadi Direktur Pelaksana oleh Bank Dunia pada tahun 2010, Dian Pelangi seorang desainer busana muslim yang menginspirasi, Najwa Sihab seorang Jurnalis yang kualitas dan profesionalismenya diakui secara Internasional.

Tak kalah menarik di Banten ada Hj. Ratu Atut Chosiyah yang pernah menjadi Guberner Banten, Hj. Irna Narulita yang kini menjabat sebagai Bupati Pandeglang, ada Iti Oktavia sebagai Bupati Lebak, begitu juga dengan  Tatu Hasanah sebagai bupati Serang, Baik Iti maupun Tatu, keduanya sama-sama Perempuan putra daerah Banten yang memimpin Partai di tingakt Provinsi, sementara Airin sebagai Wali kota Tangerang Selatan, serta masih banyak lagi perempuan-perempuan hebat di negeri ini yang menjadi insfirasi bagi banyak pihak.

Pada era digital ini peluang bagi perempuan untuk berkiprah di luar rumah begitu membuncah sehingga tak sedikit kaum perempuan yang menduduki posisi-posisi penting dan strategis, tak hanya dalam dunia kerja tetapi di banyak propesi baik sosial maupun politik  telah menggeser posisi kaum lelaki.

Di satu sisi kiprah perempuan sangat dibutuhkan di bidang yang lain untuk mengisi kekosongan dan peluang sebagai tantangan bagai sebuah kemauan suatau bangsa, sementara di sisi lain peran perempuan juga sangat diperlukan dalam keluarga yang kini semakin diperhitungkan. Tak sedikit kita jumpai saat ini perempuan berperan sebagai tulang punggung keluarga.

Banyak sekali bagaimana perempuan menggantikan peran lelaki sebagai tulang punggung keluarga, menjadi asisten rumah tangga, buruh pabrik atau pekerjaan paruh waktu. Bahkan pekerjaan seperti supir angkutan umum yang lumrahnya dikerjakan oleh laki-laki kini digeluti oleh banyak perempuan. Tidak berlebihan kiranya jika kita sebut upaya kaum perempuan yang sejak lama menuntut kesetaraan gender secara perlahan kini membuahkan hasil, meski tak sedikit pula kita jumpai perlakuan yang terkadang kurang menyenangkan yang disematkan pada mereka.

Kesetaraan gender atau sering kita dengar emansipasi wanita yang kini telah dipanen merupakan hasil yang cukup signifikan, itu pun tak lepas dari banyaknya pihak-pihak yang berperan dalam menggoalkan persamaan hak ini. Pelopor utamanya tak lain ialah RA Kartini salah satu sosok Perempuan pada jaman Kolonial yang sangat progresif dan menginsfirasi semua pihak khususnya Perempuan Indonesia.

Jika kita mau jujur dan menongok pada sejarah kebudayaan islam misalnya, bagaimana peran Muhammad sang maestro penyemai peradaban untuk seluruh alam, beliau menyebut bahwa yang harus dimulayakan oleh seorang anak kepada seorang ibunya dengan mengulang perkataan sebanyak 3 kali kemudian untuk seorang bapa hanya satu kali, itu artinya bagaiamana posisi perempuan begitu tinggi dan sangat dimulyakan.

Tidak salah jika wanita sibuk berkarir. Karena setiap manusia memiliki hak untuk berkarya dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Namun, terus berkarya tanpa melupakan qodratnya sebagai wanita tentu lebih utama ketimbang hanya sibuk berkarir di luar rumah hingga lupa akan tanggung jawabnya. Entah itu sebagai seorang anak, isteri, menantu atau seorang ibu bagi anak-anaknya. Karena walau bagaimanapun perempuan tercipta sebagai partner bagi laki-laki untuk menjadi pendamping dan bukan pesaing.

Sebagaimana termaktub dalam  Q.S. At-Taubah ayat 71: “Dan orang-orang beriman, laki-laki dan wanita, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Dari petikan ayat di atas dapat kita ambil sebuah makna bahwa hubungan antara lelaki dan perempuan bukan sekedar sebagai pasangan yang menjadi sebab lahirnya generasi baru melainkan sebagai partner yang saling menolong. Perempuan tercipta untuk menjadi pendamping laki-laki, bukan sebagai pesaing. Mirisnya, saat ini marak terjadi persaingan antara lelaki dan perempuan misalnya saingan penghasilan antara suami isteri hingga menimbulkan kasus-kasus heboh mulai dari kekerasan rumah tangga hingga krisis moral yang semakin heboh mengguncang Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA). Berbagai upaya pun dilakukan oleh pemerintah seperti yang dilakukan oleh Menteri PP-PA Yohana Susana Yembise (klikwarta.com: 22/03/2018) banyak program yang telah dilaksanakan KPP-PA dalam mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satunya Kampanye “He For She”.

Menariknya, hal ini sejalan dengan QS. An Nisa, 4: 34  yang artinya:  kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al Hujurat, 49: 13 “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Namun antara laki-laki dan perempuan jelas memiliki peran yang berbeda disesuaikan dengan bakat dan kelebihannya masing-masing. Laki-laki memiliki kelebihan seperti kekuatan fisik dan akalnya, sedangkan perempuan memiliki kelebihan dari segi rasa nya. Jika ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan jelas keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika salah satunya memiliki kelebihan dalam suatu hal maka yang lainnya memiliki kelebihan dalam hal lain. Jelas sekali dapat kita lihat dari fakta sejarah bahwa ketika muncul tokoh-tokoh hebat kaum laki-laki, maka tidak sedikit juga tokoh-tokoh hebat dari kaum perempuan.

Dalam Al-Qur’an dan hadits diceritakan tentang tokoh perempuan hebat sebagai isteri Fir’aun yang berhasil mendidik Nabi Musa a.s sebagai Rasul Allah yakni Asiah, ada juga Maryam yang tangguh hidup tanpa sosok suami dan dari rahimnya lahir Nabi Isa a.s sebagai Rasul bagi bani Israil, kemudian ada Khadijah seorang saudagar kaya yang menjadi isteri Rasulullah Muhammad SAW yang mendampingi suaminya dalam suka maupun duka. Fakta sejarah menegaskan bahwa peran seorang perempuan begitu besar dalam pembentukan generasi berkualitas bahkan kelebihan seorang perempuan jika bersinergi dengan kekuatan seorang laki-laki akan mampu melahirkan kekuatan dahsyat seperti peradaban Islam yang berkembang pesat hingga saat ini yang berawal dari sebuah rumah, dari sepasang suami isteri yang saling membantu dan mencintai satu sama lain.

Bagaimanapun kemajuan zaman saat ini. Dilihat dari perkembangan pendidikkan yang kian maju dan peluang berkiprah di luar rumah begitu besar, memang wajar jika seorang ibu tergiur untuk asik berkarir dan memilih menyerahkan sepenuhnya pendidikkan anak kepada pihak sekolah dan asrama atau bahkan sejak kecil mempercayakan anaknya diasuh oleh asisten rumah tangga. Namun perlu kita ingat bahwa bentukan seorang anak itu berawal dari madrasah pertamanya di rumah. Pembentukan jati diri anak bergantung pada didikkan ibunya. Itulah sebabnya sosok seorang ibu sangat berpengaruh untuk pembentukkan anak di masa depan. Ada cita rasa yang berbeda antara bumbu ulekkan tangan dengan bumbu yang di blender. Yang membedakan adalah sentuhannya. Begitupun anak yang diasuh langsung oleh ibunya dengan yang tidak. Tentu ada perbedaan kualitas.

Kembali ke fitrah wanita sebagai insan pendamping lelaki dan partner untuk membina generasi penerus yang bahkan begitu istimewa dipercaya untuk mengelola rumah dan anak-anak. Jika wanita lebih mementingkan karir ketimbang suami dan anak-anaknya maka hal tersebut bukan saja akan mengurangi kualitas anak-anaknya melainkan juga bisa menimbulkan ragam problema. Tidak salah jika isteri memiliki aktifitas di luar tapi tak seharusnya menomor-dua-kan tanggungjawab sebagai isteri/ibu. Tiada artinya ribuan karya yang ia cetak di luar rumah jika suami dan anak-anaknya masih kekurangan sosoknya.

Memang manis mendengar kisah Khadijah sebagai saudagar kaya yang sukses dalam perniagaan. Namun apakah Khadijah menukar suami dan anak-anaknya demi karir?? Jelas tidak. Bahkan sebaliknya, Khadijah korbankan harta bendanya untuk suami dan anak-anaknya. Khadijah menjadi isteri sekaligus ibu yang sukses. Karyanya tak ternilai. Kejayaan islam berawal dari sebuah rumah dengan sosok khadijah di dalamnya sebagai isteri dan ibu yang hebat.***

Penulis adalah pengajar di MA Al-Ihya Kaduronyok, dan Anggota Pengurus di Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama kab. Pandeglang, Banten.