“Saat mandi kami kerap merasakan gatal-gatap pada kulit, bahkan sesekali aliran sungai ini keruh kecoklatan, mungkin disebabkan pembuangan lumpur pengolahan emas di hulu sungai yang mengandung racun kimia atau B3 yang kerap digunakan penambang” — Aa Mbo (Warga Cilograng yang tinggal dekat Bantaran Sungai Cibareno)
Salakanews, Lebak, Kegiatan pengolahan konsentrat emas dengan menggunakan Tong (Tailing Pond) dan kimia di bantaran sungai Cibareno, Desa Cikadu, Kecamatan Cibeber diduga telah tercemar. Dugaan pencemaran itu berawsal dari limbah berbahaya, selain beracun juga dapat menimbulkan penyakit kulit, jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menjadi bom waktu bagi kelangsungan hidup warga, (03/05/2018).
Keberadaan tong perendam konsentrat di bantaran sungai itu terindikasi mengandung (B3) dan senyawa kimia yang dilepas bersama lumpur sisa mengolahan emas ke sungai Cibareno. Diketahui, kandungan zat kimia proses pengolahan emas dengan Sianida melibatkan beberapa unsur kimia, seperti Tohor (Kapur), Nitrate (PbNO3), Sianid (CN), Soda Api, dan Karbon.
Sianidasi Emas (juga dikenal sebagai proses Sianida atau proses MacArthur-Forrest) adalah teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar rendah dengan mengubah emas ke kompleks koordinasi yang larut dalam air.
Pantauan Salakanews, warga yang tinggal di daerah itu mengeluhkan atas air yang mereka gunakan, selain membuat kulit gatal-gatal juga khawatir air yang mereka konsumsi tak lagi higienis.
Aa Mbo (38) warga Desa Cibareno kecamatan Cilograng yang bermukim di dekat bantaran sungai Cibareno Hilir mulai merasakan gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas penambangan di wilayah itu, ia merasakan adanya perubahan setelah adanya limbah mengalir ke sungai itu, gatal-gatal saat menggunakan air di aliran sungai Cibareno mulai ia keluhkan, padahal sebelumnya tak ada reaksi apa-apa saat ia bersama warga lainnya menggunakan air itu
“Saat mandi kami kerap merasakan gatal-gatap pada kulit, bahkan sesekali aliran sungai ini keruh kecoklatan, mungkin di sebabkan pembuangan lumpur pengolahan emas di hulu sungai yang mengandung racun kimia atau B3 kerap digunakan penambang,” kata Mbo.
Mbo dan warga lainnya biasa menggunakan air sungai untuk madi dan mencuci pakaian, tak jarang saat musim kemarau air sungai diangkut warga untuk konsumsi minum dan memasak, tapi saat ini Mbo dan warga linnya mulai risih atas penggunaan air yang mereka gunakan, karena air terlihat keruh dan kecoklatan.
“ini persisi seperti pembuangan lumpur konsentrat limbah B3” ujar warga lainnya.
Mbo beserta warga lain menduga, penggunaan unsur kimia yang dilakukan oleh penambang emas tersebut menimbulkan iritasi pada kulit dan gatal-gatal akibat B3 yang terkontaminasi Air dan Tanah, bahkan lebih dari itu jika dikonsumsi manusia dan binatang dapat menimbulkan keracunan hingga menyebakan kematian pada biota sungai dan manusia.
Terpisah Camat Cibeber Eman Suparman saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui aktifitas pengolahan emas yang membuang limbah B3 ke sungai, dikatakannya pihak penambang yang diduga menggunakan B3 bukan tidak mengetahui jika yang dipergunakan mereka mengandung bahan kimia berbahaya, tetapi ketiadaan Mercuri membuat mereka beralih menggunakan bahan B3 itu.
“sebenanya bukan karena mereka tidak tau dengan bahaya B3, tapi ketiadaan mercuri kini mereka beralih ke kimia B3” kata Eman Suparman (03/05/2018).
Lebih lanjut ia mengatakan, pihaknya menyayangkan terhadap para penambang masih yang menggunakan media tong dan zat kimia, parahnya lagi para penambang ini tak segan melakukan pembuangan limbah B3 lepas landas ke aliran Sungai Cibareno.
“adanya indikasi pembuangan B3, tentu kami sangat menyayangkan karena dapat mencemari aliran sungai dan berdampak pada masyarakat pengguna air sungai dan ikan didalamnya” tandasnya.
Eman berharap pada para penambang, sebaiknya limbah zat kimia B3 dapat dikelola dengan baik dan ditampung di kolam-kolam agar air kembali netral dan aman untuk lingkungan, dibandingkan dengan penggunaan Mercuri pola kegiatan pengolahan konsentrat dengan menggunakan kimia terbilang relatif mudah terurai ketimbang menggunakan mercuri sebagai media penangkapan biji emas dalam batuan dan tanah.
“Seharusnya, limbah B3 yang dihasilkan dari sisa proses perendaman tersebut terlebih ditampung di kolam-kolam penampungan sebelum di lepas ke lingkungan” kata Eman, seraya mengatakan tingkat resiko bahaya pada B3 akan berkurang jika dikelola dengan baik seperti dampak mercuri, karena masih bisa terurai di tanah, pungkasnya.
Berdasarkan pandangan medis, akibat kontak langsung konsekwensi penggunaan zat kimia dengan meggunakan kimia dapat menimbulkan gejala penyakit kulit dan diare dalam sekala ringan, namun dalam sekala berat dapat menimbulkan resiko kanker dan kelainan genetik.
Dokter Evi Nurhasanah saat dimintai pendapatnya mengatakan, Akibat Mercuri dan zat kimia yang dirasakan oleh masyarakatat melalui kontak langsung dapat menimbulkan gejala diare dan gatal-gatal pada kulit, jika air yang tercampur limbah B3 digunakan untuk mandi dan dikonsumsi.
“Efek mercuri dan zat kimia bisa saja dirasakan masyarakat melalui kontak langsung, dapat menimbulkan gejala diare dan gatal-gatal pada kulit, misalnya air yang terkontaminasi limbah B3 digunakan warga untuk mandi dan konsumsi” kata Evi Nurhasanah, salah satu Dokter umum yang bertugas di Puskesmas Kecamatan Cibeber.
Dokter Evi memberikan tips aman agar terhindar dari bahaya Mercuri dan zat kimia B3 diantaranya ialah sebaiknya masyarakat yang berada di sekitar aktivitas penambangan emas dapat menghindari kontak langsung seperti penggunaan air untuk mandi dan konsumsi yang terkontaminasi zat kimia. Serta para pelaku usaha dapat memperhatikan kelangsungan hidup masyarakat sekitar khususnya berkaitan dengan kesehatan masyarakat dan menjaga lingkungan agar tetap ramah lingkungan dan berprilaku hidup sehat dan bersih.
Rep: Syam
Ed: Tam