SERANG, salakaNews – Pembangunan Gudang bersekala besar bagi perusahaan di wilayah Anyer kabupaten Serang dikeluhkan warga desa mekarsari, kecamatan Anyer, kabupaten Serang. Hal itu lantaran pembangunan tersebut diduga mengabaikan rencanan tata ruang wilayah (RTRW).
Dari pantauan wartawan, setidaknya ada tiga gudang besar yang masuk di wilayah pemukiman warga yang tidak sesuai dengan RTRW, seperti milik PT Banten Putra Jaya Mandiri, PT JEL, dan rencana pembangunan gudang milik PT Berkat di Jalan Pegadungan – Penauan, Desa Mekarsari.
Gudang-gudang tersebut selama ini melakukan kegiatan penyimpanan dan juga fabrikasi material proyek industri yang ada di Kota Cilegon.
Pengurus Karang Taruna Kecamatan Anyar, Ues Abu Bakar, mengatakan, saat ini kegiatan usaha industri berat di wilayah Anyer mulai menjamur, seiring menjamurnya usaha tersebu tak sejalan dengan sikap pemerintah daerah dalam melakukan penataan RTRW dengan baik, alhasil pembangunan tersebut mulai merangsek ke pemukiman warga.
“Kami sudah pastikan dan sudah kami konfirmasi kepada pemerintah, bahwa gudang-gudang fabrikasi di wilayah Desa Mekar sari tidak sesuai dengan RTRW-nya, jadi tidak boleh berdiri pergudangan, karena di situ zonanya perumahan warga,” ungkap Ues kepada wartawan, Rabu (5/8/2020).
Lebih lanjut dikatakan Ues, di wilayah Kecamatan Anyar sesuai dengan Perubahan Perda 10/2011 tentang RTRW bahwa kawasan industri hanya ada di 3 desa, yakni Grogol Indah, Kosambironyok dan Desa Anyar.
Hingga saat ini kata dia, belum ada sikap dari pemda terkait penataan yang benar pada kegiatan industri di Anyer, akibatnya aktivitas industri tersebut banyak menimbulkan gesekan dan menggangu masyarakat.
“Bukan hanya salah lokasi dan mengganggu lingkungan, gudang-gudang fabrikasi yang sekarang sedang berjalan itu khususnya di wilayah Desa Mekarsari itu tidak ada yang mengantongi izin. Seharusnya pemerintah jangan diam, aturan sudah dikangkangi oleh pengusaha, dan mengganggu kenyamanan masyarakat, masa pemerintah mau tetap diam saja?” jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa Pemerintah sudah selayaknya menerapkan sanksi kepada dunia usaha yang melanggar aturan, mulai dari sanksi administratif, pembongkaran bangunan hingga pidana. Tindakan pemerintah sangat diharapkan, agar tidak ada langkah main hakim sendiri dari masyarakat.
“Kalau pemerintah tetap diam, jangan salahkan masyarakat kalau bertindak sendiri. Karena sudah jelas-jelas di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa ada mekanisme pemberian sanksi yang bisa diambil langkahnya oleh pemerintah, baik administratif maupun pidana,” tegas Ues.
Dijelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat sanksi pidana yang diatur pada Pasal 69 ayat (1); yaitu bagi orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta.
Sedangkan pada Pasal 69 ayat (2) dijelaskan; jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Rohmatulloh, warga yang tinggal tidak jauh dari gudang fabrikasi di Desa Mekarsari mengkatakan, aktivitas gudang tersebut selain menyebabkan kebisingan dan gangguan, selama ini telah meresahkan warga karena merusak jalan lingkungan akibat lalu-lintas kendaraan dan alat berat.
“Kegiatan di gudang itu kan angkutan materialnya pakai mobil-mobil besar, dump truk dan alat berat masuk ke jalan desa yang lebarnya hanya enam meter. Bisa di lihat sendiri, akhirnya jalanan rusak dan bikin tidak nyaman warga,” ungkap Rohmat.
“Sejak ada gudang fabrikasi itu jalanan rusak dan tidak pernah diperbaiki, kemudian ketika bongkar barang suaranya keras dan sangat mengganggu. Apalagi di sebelahnya itu ada sekolahan, waktu masih aktif KBM, murid-murid dan guru di situ juga mengeluh suara bising saat belajar,” pungkasnya.
(red)