Tangerang, salakaNews.com- Pentingnya menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam literasi media massa sangat memengaruhi kehidupan masyarakat, terutama di dunia pendidikan, hal itu karena media massa dianggap mewakili bahasa publik.
Maka tak heran, para pelaku di dunia pendidikan mulai dari Guru, Dosen, hingga pelajar menjadikan bahasa pada media massa dijadikan rujukan sebagai tolak ukur dalam literasi.
Hal itu dikatakan M. Lutfi Baihaqi, Kepala Kantor Bahasa provinsi Banten, pada acara ‘Punyuluhan Bahasa Indonesia Bagi Pelaku Media Massa’ bertempat di Gedung PWI Kabupaten Tangerang, komplek perkantoran, Cikokol Kota Tangerang, Rabu, (9/10).
Hadir dalam acara tersebut, Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan telik sandi (Diskomsantik) Kota Tangerang Mulyani, Aat S Safaat Wartawan Senior Berita Antara selaku Pemateri, dan Peserta dari beberapa Media Massa baik cetak maupun Online.
Saat ini lanjut Lutfi, seiring banyaknya media massa khususnya media online dalam menyampaikan informasi seringkali ditemukan banyaknya penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada.
Banyaknya sumber bacaan pada media Daring (dalam Jaringan) tidak serta merta membuat kayak informasi. “Tanfa sadar masyarakat mengikuti apa yang ditulis media tersebut, itu karena penggunaan kalimat dalam bahasa jurnalistik kerap melenceng dari kaidah kebahasaan yang ada,”katanya.
Hal sederhana Lutfi mencontohkan, penggunaan kata Di, seringkali digunakan dengan cara yang salah, kata kerja berubah makna jadi kata sifat, begitu sebaliknya, dan seterusnya.
Dikalahkan, ditulis Di kalahkan, dan DIbatalkan, ditulis Di Batalkan,
Begitu juga dalam menggunakan bahasa Indonesia di dunia Properti, banyak sekali ditemukan nama-nama perumahan, nama jalan, dan nama tempat lainnya menggunakan kata asing, padahal kata Lutfi, semakin sering kita menggunakan kata asing disadari atau tidak, lambat laun identitas kita sebagai bangsa Indonesia akan terkikis. Bahkan hilang ditelan perkembangan jaman.
Saat ini Bahasa Indonesia telah berusia 90 Tahun, waktu yang cukup matang sebagai bahasa persatuan. Akan tetapi bahasa kita dinilai belum bermartabat di dunia luar. Mengingat bahasa Indonesia tidak lagi dijadikan identitas membanggakan.
“ bisa kita lihat di pusat perbelanjaan, banyak nama sebuah barang dan produk, tak sungkan lagi dalam menggunakan bahasa asing,” kata Lutfi.
Selain itu kata Lutfi, Pihaknya kini tengah menghadapi kesulitan dalam Hal tersulit yang dihadapi oleh Pihak Kantor Bahasa ialah, mereka harus berhadapan dengan kebijakan kepala daerah dan pemerintah pusat. Pada tahap daerah saja, jika merekomendasikan adanya perubahan bahasa pada salah satu tempat, baik intansi pemerintah maupun swasta, diperlukan Perwal (Peraturan Walikota) atau pun Perda (Peraturan Daerah).
“Jadi pada saat Pemda tidak sempat menangani itu (perubahan bahasa), kita berinisiatif turun tangan dan menyampaikan masukan bagi pemda tersebut,” katanya.
Perkembangan bahasa terutama masyarakat dalam menggunakan bahasa asing dan cenderung melupakan bahasa nasional, ini bakal berdampak buruk pada kekayaan khasanah kebahasaan bangsa.
“masyarakat saat ini lebih sering dan cenderung bangga ketika menggunakan bahasa asing ketimbang menggunakan bahasa negaranya sendiri,”ujarnya.
Lutifi menjelaskan, secara umum di Banten saat ini memiliki empat bahasa, diantaranya Bahasa Sunda dengan dialek Banten, bahasa Jawa dengan dialek Banten, Melayu Betawi, dan Bahasa Lampung yang hanya ada di desa Cikoneng, Anyer, Kabupaten Serang.
Lutfi berharap kepada pemerintah baik di pusat maupun di daerah agar memperhatikan perkembangan bahasa Indonesia, perhatian itu tertuang dalam bentuk Perda/Perwal maupaun peraturan lainnya, yang dapat menguatkan identitas sebuah bangsa.
(Tam)