JAKARTA, salakaNews.com – Majlis Rakyat Papua (MRP) secara tegas menolak Peraturan Presiden (Perpres) terkait investasi produk minuman keras. Hal itu menurut pihak MRP dinilai dapat merusak generasi Papua.
“kami menolak (Perpres) dengan tegas. Jika mau investasi di Papua silahkan, tapi bawa yang baik-baik. Jangan bawa yang membunuh generasi Papua,” kata anggota kelompok kerja agama MRP, Dorius Mehue, seperti dilansir Republika.co.id, Jumat (26/2/2021).
Dorius Mehue merupakan Persekutuan Wanita Gereja Keristen Indonesia (PW GKI) Papua. Pihaknya menyatakan bahwa minuman keras sangat berdampak buruk bagi generasi Papua.
Papua telah berupaya mengikis terkait miras, tak hanya itu, MRP juga telah membentuk koalisi anti miras guna menanggulangi persoalan serius di Papua tersebut.
Sebab itu ia tak menghendaki upayanya dikandaskan lagi dengan regulasi yang lebih permisif terkait miras di Papua.
“Pertama, warga minum-minum kemudian mabuk, dari situlah banyak muncul kekerasan,” kata Dorius.
MRP adalah majlis yang diamanahkan Undang-undang otonomi khusus Papua dan harus dimintai persetujuannya terkait kebijakan di Papua. Lagi pula pihaknya belum diajak sama-sekali terkait perpres itu.
Seiring diterbitkannya Perpres no 10 tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal yang menetapkan Papua, sebagai salah satu wilayah tempat minuman keras alias beralkohol boleh diproduksi secara terbuka.
Oleh karena itu pihaknya meminta kepada pemerintah mestinya berupaya membawa investasi yang dapat membangun lapangan kerja di Papua secara positif.
“silahkan datang berinvestasi, kami punya banyak sumber daya, tapi investasi yang baik-baik saja,” ujarnya.
Pemprov Papua juga telah menerbitkan peraturan daerah provinsi Papua no 15 tahun 2013, tentang pelarangan produksi, pengedaran, dan penjualan minuman beralkohol.
Pasal 6 regulasi itu diatur, “setiap orang atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C.
Kemudian pada pasal 7 diatur; “setiap orang, kelompok orang, atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau bahan alami serta memproduksi minuman beralkohol dengan cara racikan atau oplosan .
Peraturan itu yang harus ditegakan dipapua. Implementasikan pembatasannya yang sekarang belum optimal,” kata Dorius Mehue.
Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah telah menetapkan produksi minuman keras dan beralkohol dinyatakan sebagai daftara positif investasi (DIP). Minuman beralkohol yang sebelumnya merupakan industri tertutup. Namun kini barang haram tersebut dinyatakan sebagai produksi positif.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Perpres no 10 tahun 2021 tentang BUPM (badan Penanaman Produksi Modal. Yang merupakan undang-undang turunan nomor 11 tahun 2020 undang-undang cipta kerja. Hal ini telah diteken oleh Joko widodo selaku presiden RI mulai berlaku tanggal 2 Februari 2021.
(red)