Problematika Hukum di Tanah Ibu Pertiwi

0
941
views
ilustrasi (foto: @Zillaw)

Jadi kadang-kadang hukum (undang-undang) tidak bisa menampung rasa keadilan dalam masyarakat, karena hukum pada umumnya dibuat jauh sebelum kasus terjadi”.—

Oleh : Waspada, M.Ag

Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, saat itu pula gejala sosial berkutat di dalamnya. Sebagaimana dalam realitas sosial, belum pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai satu kondisi yang menggambarkan seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Dengan kata lain Das Sein selalu tidak sesuai dengan Das Sollen.

sebagaimana yang dikatakan Lucia Ratih Kusmadewi, dalam bukunya “Relasi Sosial antar Kelompok Agama di Indonesia”, secara struktur merupakan masyarakat yang majemuk, terdiri dari berbagai suku, ras, kelompok, dan agama muncul praktek-praktek eksklusi sosial. Praktek semacam ini berdasar agama yang menyebabkan pengabaian, pengasingan, dan pencabutan hak atas orang atau sekelompok orang disebabkan oleh pemahaman tentang agama. tak hanya itu, tindakan seperti ini sering menimpa kelompok minoritas yag memiliki aliran kepercayaan dan sekte keagamaan yang berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh negara. Pihak yang mempunyai daya untuk melakukan praktek eksklusi sosial terhadap kaum minoritas ini adalah kaum dominan (kelompok agama yang berkuasa) demi memperoleh kekuatan dan perhatian dari penguasa. Pluralitas agama di Indonesia ini di satu sisi menjadi kekayaan bangsa namun di sisi lain juga menjadi ancaman yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial di masyarakat, bahkan disintegrasi bangsa.

berdasarkan persepektif filsafat hukum, hakikat hukum adalah keadilan. Dalam negara yang berdasar atas hukum, tugas ahli hukum (termasuk hakim) adalah membuat , menemukan, melaksanakan, membela dan menegakan hukum. Hukum adalah norma dalam kehidupan bermasyarakat (Ordening Van Het Sociale Leven). Dalam kehidupan manusia, hukum dibuat dan diperuntukan bagi manusia, hukum dibuat untuk kepentingan manusia, bukan manusia untuk hukum (lihat kajian hukum progresif, Satjipto Rahardjo), jadi kalau hukum sudah tidak berpihak kepada rasa keadilan masyarakat (manusia), maka hukum (undang-undang) harus diubah sesuai dengan kebutuhan manusia dalam mencari keadilan.

Dalam Pasal 5 ayat (1) undang-undang No.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” dalam penjelasan 5 (1) , disebutkan “Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. “Menggali keadilan yang hidup dalam masyarakat, dilakukan manakala hakim tidak menemukan keadilan dalam hukum (undang-undang), yang ada. Berarti suatu waktu mungkin ada undang-undang, sebagai perwujudan hukum yang tidak mengandung rasa keadilan. Pada saat itulah kakim harus menemukan hukum, harus membuat hukum.

Dalam bukunya Suparman Usman yang berjudul Himpunan Tulisan Tentang Hukum-Bahan Kajian dalam Mata Kuliah Perbandingan Filsafat Hukum dan Filsafat Hukum Islam bahwa Hukum dibuat oleh dan untuk kepentingan masyarakat, masyarakat selalu berkembang, demekian juga hukum. Namun perbandingan perkembangan masyarakat dengan hukum (undang-undang ) sangat jauh. Masyarakat berkembang lebih cepat, dia berkembang menurut deret ukur (1,2,4,16) dan hukum (undang-undang) berkembang menurut deret hitung (1,2,3,4). Pada empat langkah, hukum ketinggalan 12 point.

Jadi kadang-kadang hukum (undang-undang) tidak bisa menampung rasa keadilan dalam masyarakat, karena hukum (undang-undang) , pada umumnya dibuat jauh sebelum kasus terjadi. Disinilah ahli hukum (termasuk hakim) harus menemukan hukum (rechtsvinding) sesuai rasa keadilan masyarakat diluar hukum (undang-undang) yang sudah ada. Perundang-undangan adalah hukum dalam buku/teks (law in book) dan putusan hakim adalah hukum dalam praktek/dalam kenyataan (law in action).

Indonesia lahir sebagai negara merdeka dengan membawa semangat demokrasi oleh karena itu, tercakup dalam semangat tersebut pelembagaan secara mantap asas desentralisasi dalam sistem ketatanegaraan.

Menurut Penulis Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara.

Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).***

Penulis Adalah Dosen STAI Babunnajah Banten