Banten, Salakanews.com – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Provinsi Banten menyampaikan keprihatinan mendalam atas keputusan Gubernur Banten yang menonaktifkan Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten pasca viralnya insiden guru yang menampar siswa karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
Keputusan tersebut dipandang sebagai langkah yang terburu-buru, reaktif, dan tidak proporsional. Seorang kepala sekolah tidak semestinya dijadikan kambing hitam dari potongan video yang viral tanpa penelusuran konteks pembinaan yang sebenarnya.
Pendidikan yang sejatinya harus lahir dari ketegasan moral dan kedisiplinan, bukan dari pencitraan politik atau kepanikan terhadap tekanan media sosial. Jika guru atau kepala sekolah ditegur karena menegakkan aturan, maka siapa yang akan menegur murid yang melanggar? Apakah dunia pendidikan di Banten kini harus tunduk pada logika viral, bukan pada etika dan akal sehat?
Sebagai pemimpin tertinggi di daerah, Gubernur seharusnya menjadi pembina, bukan penghukum, mendengar sebelum menghakimi, membela nilai pendidikan sebelum menuruti tekanan opini publik. Kami memahami pentingnya melindungi hak-hak siswa, namun pemerintah juga berkewajiban melindungi martabat guru dan kepala sekolah yang selama ini berjuang di garis depan dalam membentuk karakter anak bangsa.
Langkah penonaktifan tanpa klarifikasi yang objektif justru memperlihatkan bahwa pemerintah lebih mementingkan citra daripada keadilan, lebih takut terhadap persepsi publik daripada berpihak pada nilai moral pendidikan yang sebenarnya.
Dalam hal ini, Asrul Azis, Ketua Bidang Pendidikan PKC PMII Banten menegaskan bahwa penegakan disiplin di lingkungan sekolah tidak bisa disamakan dengan praktik kekerasan.
“Kita harus membedakan antara tindakan kekerasan yang melukai dengan teguran keras yang lahir dari tanggung jawab moral seorang pendidik,” ujar Asrul.
Ia menilai bahwa tindakan guru menegur siswa yang merokok, bahkan bila disertai reaksi spontan berupa tamparan ringan, tidak otomatis dikategorikan sebagai pelanggaran etik atau kriminal. Sebab dalam konteks pendidikan, teguran adalah bagian dari proses pembentukan karakter — sebuah upaya menyadarkan siswa atas pelanggaran nilai, bukan tindakan represif.
“Jika setiap ketegasan guru dianggap kekerasan, maka pendidikan akan kehilangan daya moralnya. Kita akan melahirkan generasi yang tidak bisa ditegur, yang lebih takut kamera daripada aturan, lebih patuh pada opini publik daripada kebenaran,” tegas Asrul dengan nada kritis.
Ia juga mengingatkan bahwa dunia pendidikan tidak boleh dipasung oleh logika politik populis. Menurutnya, tindakan Gubernur Banten menonaktifkan kepala sekolah tanpa menunggu hasil investigasi menyeluruh adalah bentuk kegagalan memahami kompleksitas ruang pendidikan.
“Negara seharusnya hadir untuk memperkuat wibawa guru, bukan melemahkannya. Jika pemerintah sendiri tidak membela pendidik, maka siapa lagi yang akan menjaga benteng moral bangsa?”, tambahnya.
Atas dasar itu, PKC PMII Banten Bidang Pendidikan mendesak agar keputusan penonaktifan Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga segera dievaluasi secara adil dan terbuka, dengan melibatkan Komite Sekolah, Dinas Pendidikan, serta unsur masyarakat pendidikan.
Dunia pendidikan tidak boleh dijadikan panggung politik yang tunduk pada tekanan publik semata. Pemimpin sejati bukanlah mereka yang mengambil keputusan karena tekanan warganet, melainkan mereka yang berani berdiri di atas kebenaran dan kebijaksanaan moral.
Kami menyerukan agar seluruh guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidik di Banten tetap teguh menanamkan nilai disiplin, etika, dan tanggung jawab kepada siswa. PMII akan selalu berada di garda terdepan membela para pendidik yang bekerja dengan niat tulus dan bertanggung jawab, meskipun langkah mereka tidak selalu populer di mata kekuasaan. Kami mengingatkan kepada Gubernur.
“Jika seorang guru tak lagi boleh menegur, maka tunggulah saat di mana murid lebih berkuasa daripada akal sehat.”
Pendidikan sejati harus berpihak pada kebenaran, bukan kepentingan. Kami menegaskan bahwa keberpihakan kepada moralitas, ketegasan, dan disiplin adalah bentuk cinta sejati kepada generasi penerus bangsa.
(Red)