Aktivis Mahasiswa: “Revisi UU MD3 Sebuah Langkah Mundur”

0
601
views
sejumlah mahasiswa melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD dan Tugu Jam Kabupaten Pandeglang, mereka menolak disahkannya revisi UU MD3 yang dinilai dapat membungkam suara kritis masyarakat. (foto: sela/salakanews)

SalakaNews,Pandeglang- Mahasiswa Pandeglang yang tergabung dalam Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) STISIP, STAIM dan STAIBANA melakukan aksi demonstrasi menolak UU MD3 Nomor 17 tahun 2014 yang telah direvisi. Aksi penolakan itu dilakukan di depan Kantor DPRD kabupaten Pandeglang dan Tugu Jam. (21/02/18)

Aksi penolakan terhadap Revisi UU MD3 ini dinilai sebagai langkah mundur dalam perkembangan pemerintahan sebagai suatu bangsa yang menjungjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat. Oleh karena itu pula para demonstran menganggap bahwa pemerintahan saat ini merupakan pemerintahan yang anti kritik.

“Kami koalisi Mahasiswa PMII STISIP Banten Raya, STAIBANNA dan STAIM , Menolak keras Terhadap UU MD3 yang baru di revisi, ini karna tidak pro pada kondisi yang saat ini ada di masyarakat ” ucap ili sadeli mahasiswa STISIP  Banten Raya.

Pada kesempatan yang sama orator lainnya Eep ketua PK PMII STAIM mempertanyakan apakah dengan direvisinya UU MD3 semua wakil rakyat alergi terhadap kritikan. Lalu siapa yang siap dan pantas untuk dikritik ketika terjadi kesalahan.  Bukankah kita selaku rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat, lalu jika menyampaikan pendapatpun dilarang bahkan dipidanakan bagaimana kita bisa menyuarakan bahkan menuntut wakil rakyat yang melakukan penyelewengan.

Para demonstran menuntut kepada wakil rakyat yang telah mengesahkan Revisi UU MD3 itu untuk membatalakannya, jika tidak diindahkan maka mereka berencana akan mengajukan gugatan ke mahkamah Konstitusi.

” saya harap kepada para pemegang kekuasaan yang mengaku wakil rakyat dapat merubah beberapa pasal yang ada di Undang-Undang MD3 itu, tetapi jika ini tidak didengar kami akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi ” kata Yendi aktivis PMII  Staibana.

Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majlis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3) senin pekan lalu.

Dari semua praksi yang menyetujui hanya ada dua fraksi yang menolak terhadap pengesahan undang-undang ini, yaitu Partai PPP dan Nasdem. Sejumlah pasal itu menjelaskan terkait hak imunitas anggota dewan, yang tertuang dalam pasal 245 revisi Undang-Undang MD3 yang mengatur bahwa pemanggilan anggota DPR untuk penyidikan harus seijin presiden dan pertimbangan mahkamah kehormatan dewan. Padahal Mahkamah Konstitusi telah menganulir pasal imunitas bagi anggota DPR pada 2014. Dengan demikian adanya revisi Undang-Undang ini dewan bak seperti Superman dalam Film Laga, mereka (Anggota Dewan) bahkan mulai masuk ke ranah penegakan hukum lewat wewenang memanggil paksa.

Sejumlah PASAL yang Membuat ANGOTA DEWAN Jadi ‘Manusia Besi’ (KEBAL HUKUM-Red.). inilah sejumlah pasal sakti yang telah direvisi oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui revisi Undang-Undang MD3

Pasal 73

  • DPR berhak memanggil paksa hingga melakukan penyanderaan melalui Kepolisian

Pasal 122

  • Mahkamah Kehormatan Dewan bisa mengambil langkah Hukum terhadap Perorangan, Kelompok atau Badan Hukum yang dianggap merendahakan Kehormatan DPR dan Anggotanya.

Pasal 244

  • Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR atau pun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

Pasal 245

  • Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR : disangka melakukan tindak pidana khusus.

 

Rep: Sella

Ed: tam