salakaNews.com – Kearifan lokal di Indonesia tak dapat dipungkiri banyak yang sejalan dengan tuntunan Islam, salah satunya ialah Safaran atau kebiasaan masyarakat di beberapa daerah membuat ketupat (leupeut dalam bahasa sunda) dilakukan pada bulan Shafar (Oktober 2020 saat ini), setelah matang lalu disedekahkan ke kerabat dan handai taulan, serta melakukan doa bersama agar terhindar dari marabahaya.
Menariknya kebiasaan yang baik itu tak bisa kita jumpai di Timur Tengah dimana Ajaran Islam itu dilahirkan melalui Nabi Terakhir Muhammad SAW. Maka tak heran jika Islam di Indonesia disematkan sebagai Islam Nusantara. Diantara kearifan lokal tersebut adalah Rabu Wekasan atau Rabo terakhir setiap bulan shafar pada Kalender lunar versi Jawa. Tahun ini, Rabu Wekasan jatuh pada hari ini, Rabu (13/10/2020).
Rebo Wekasan sebutan masyarakat pada rabu terakhir di bulan Shafar yang diyakini sebagai hari naas. Budaya lokal setempat mendorong ke arah sedekah dan upacara-upacara yang sekaligus di dalamnya acara berbagi atau bersedekah. Semua itu diadakan dalam rangka menolak musibah atau tolak bala´.
Mengapa sedekah rabu wekasan mesti dengan panganan berupa ketupat? Selain mengajarkan nilai2 kreatifitas seperti membuat cangkang ketupat dari janur (daun kelapa yang masih muda) dengan beragam bentuk dan model serta memiliki nama-nama tersendiri. Juga membuat kebersamaan antar sesama warga khususnya umat Islam baik saat membuat ketupat maupun saat menikmati hidangan makanan ketupat dengan cara berjamaah setelah terlebih dahulu dilakukan do’a bersama dan shalat sunnat muthlaq/hajat lidaf’il balaa yang dalam ajaran Islam sendiri sedekah diyakini sebagai tolak bala´.
Sebagaimana diriwayatkan Imam At Tabrani pada Al Kabir dari Rafi´ bin Khudaij ra, Rasulullah Saw bersabda, “ash-shodaqotu tadfa’ul Balaa/Sedekah itu penolak balai dan penutup 70 pintu keburukan.”
Sebagai contoh, sejumlah tradisi lokal yang digelar pada Rabu Wekasan adalah Sedekah Ketupat atau Sidekah Kupat di daerah Dayeuhluhur, Cilacap dan masyarakat Banten khususnya Pandeglang dan Lebak.
Sisi lain dari tradisi ini amat khas dimiliki oleh masyarakat Pandeglang dan Lebak. Di wilayah Pandeglang misalnya, tradisi safaran dalam sebulan ada dua kali, yakni Safar Barat dan Safar Timur, ini dimaknai sebagai pertukaran sedekah antara sesama. Safar Barat dilakukan oleh masyarakat bagian barat, mereka yang melaksanakan akan mengirimkan kupat-kupat yang dimasak tersebut ke kerabat, keuarga, dan handai taulan. Kemudian ketika berganti ke Safar Timur, masyarakat tersebut berbalas sedekah, mengirimkan kembali kupat masakan mereka ke saudara dan kerabatnya yang lebih dulu memberi.
Tradisi ini turun temurun hingga hari ini berlangsung, namun sedikit berbeda dengan tempo dulu, dimana pada Safar bulan terakhir, para pemuda-pemudi ada tradisi naik gunung, ada pun gunung yang didaki ialah gunung Pulosari, sebelah barat dari Gunung Karang, dan berdekatan dengan gunung Haseupan.
Tradisi naik gunung pada akhir bulan Safar ini kini nyaris tiadak sejak kawasan gunung tersebut ditutup karena mengalami retakan di dibagian tengah dekat kawah, dan pernah mengalami longsor.
Beberapa tradisi tersebut mungkin dialami oleh daerah lain, dengan cara yang berbeda namun tidak menghilangkan ritualnya. Tradisi rebo wekasan ada juga upacara Rebo Pungkasan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Di Cirebon, Rabu Wekasan dikemas dalam tradisi `Ngirab´. Di sejumlah daerah juga digelar dengan istilah `Safaran´ dalam rangka Rabu terakhir di bulan Safar. Dalam acara-acara tersebut juga ada pembagian makanan (baca sedekah) yang biasanya dalam sajian berupa ketupat, apem dan nasi tumpeng.
Ternyata budaya tersebut berakar pada Islam. Bila menengok sejarah perjalanan manusia, murka Allah seringkali turun pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar.
Di antaranya peristiwa yang terjadi pada Rabu terakhir bulan Safar atau Rabu Wekasan adalah pembunuhan Qabil terhadap Habil, adzab yang meluluhlantakkan kaum Luth, upaya pembakaran terhadap Nabi Ibrahim as dan angin badai yang menghancurkan kaum ´Aad. (Lihat QS. Al Haaqqah ayat 6-8, asy Syu’ara ayat 128-131, Huud ayat 53-56 dan al Ahzab ayat 24-25).
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, seorang laki-laki bertanya kepada Imam Ali ra sebagai pintu ilmu Rasulullah Saw, “Wahai Amirul Mukminin, beritahukanlah kami terkait hari Rabu yang nasib buruk dan beban berat terjadi padanya! Hari Rabu yang mana?”
Imam Ali menjawab, “Hari itu adalah akhir Rabu dari bulan-bulan, dan saat itu bulan tak terlihat (mihaq). Pada hari itu Qabil membunuh saudaranya, Habil. Hari Rabu itu, Nabi Ibrahim as dilempar ke dalam api dan diletakkan ke alat pelontar (dengan alat pelontar itu Nabi Ibrahim sa dilempar ke dalam api). Pada hari Rabu itu, Allah menenggelamkan Firaun. Pada hari itu, Allah membalikkan kampung Nabi Luth sa. Pada hari Rabu itu pula, Allah mengirimkan badai kepada kaum ´Aad”.
(Dinukil dari berbagai sumber)