Jakarta, salakaNews – Kunjungan Pengurus Halal Institut ke DPD RI ke Gedung Nusantara III, Kompek Parlemen Senayan, Jakarta, mendapatkan sambuta hangat dari pimpinan lembaga tersebut, dalam pertemuan itu ada beberapa poin yang menjadi pembahasan. Salah satunya terkait penerapan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal, serta potensi pasar di Indonesia sebagai kekuatan pasar negara muslim terbesar di Dunia.
Ketua Harian Halal Institut, Andy Subiyakto mengartakan, DPD R diharapkan dapat mengakomodir serta memperjuangkan sosialisasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 hingga ke daerah. Mengingat saat ini Auditor Halal baru berkisar 150 orang dari jumlah 5000 orang yang dibutuhkan.
“Target Dua Juta Penyelia Halal,baru ada dalam hitungan jari, padahal value (Nilai) bisnis Halal ini bisa mencapai 2,8 Miliar dolar AS,” kata Andy, seperti dikutif rmol.id, Kamis (16/7/2020).
Selain Nono Sumpono, hadir pada pertemuan itu ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Wakil Ketua Sultan Baktiar Najamudin, Wakil Ketua III Sylviana Murni, Wakil Komite IV, Chasytha Cathmandu, dan Rey donnyzar Moenek selaku Sekjen DPD.
Sementara pada kesempatan yang sama, wakil Keta DPD RI, Nono Sampono mengatakan, saat ini Indonesia sebagai negara dengan peringkat ke 6 di dunia dalam bidang ekonomi syariah, posisinya kalah jauh dengan Malaysia, sedangkan peringkat nomor wahid diduduki oleh Qatar.
“Indoneseia saat ini masih peringkat ke-6 di dunia untuk ekonomi syariah, masih kalah sama Malaysia. Peringkat satu diduduki Qatar,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan Nono, secara kuantitas Jumlah penduduk Indonesia yang jauh lebih besar masih kalah oleh Eropa dan Amerika Latin yang mayoritas Non-Muslim. Kesadaran mereka (Bangsa Eropa dan Amerika latin) pada produk halal jauh lebih tinggi, mengingat potensi wisatawan Muslim yang akan berkunjung ke negaranya amat potensial, sehingga mereka mempersiapkan sedini mungkin.
“Mereka juga ekspor produknya ke negara-negara tersebut, Brasil sebagai contoh, yang penduduk muslimnya kurang dari satu persen, tapi produk halal mereka terbesar di kawasan Amerika Latin” katanya.
Oleh karena itu kata Nono, semua pihak mesti terlibat dan meninggalkan ego sektoral dalam mewujudkan akselerasi produk-produk halal. Dengan demikian diharapkan UU No 33 tahun 2014 yang telah berlaku pada tahun 2019 dapat diimplementasikan dengan segera.
Pihaknya juga berjanji dalam waktu dekat akan segera meminta pada kementerian keuangan untuk menerbitakan tariff proses sertifikasi halal yang telah diwajibkan bagi semua produk.
(red)